Pada hari itu pun Nadir merasa bosan. Dia pulang dari kantor lebih awal untuk menjemput putri semata wayangnya-Mentari namanya, gadis delapan tahun yang manis dan ceria.
Biasanya tugas menjemput jatuh pada Viona, istri
Nadir, tapi sekarang pengecualian
sebab ayahnya sakit. Harus ada
yang menjenguk, jadi dia pun
pergi untuk beberapa hari.
Sampai di SD, Nadir
mendapati kalau sekolah belunm
bubar.
Jadi dia ambil ponselnya,
menelepon wali kelas Mentari,
lalu menyuruhnya untuk
memulangkan putrinya.
"Iya. aya udah nunggu di
parkiran ini. Iya. Cepetan. Udah,
itu aja." Tanpa mengucapkan
sepatah salam, Nadir menutup
teleponnya.
Sebagai konglomerat
kaya, Nadir banyak berdonasi ke
sekeloah ini, jadi tak ada guru di
sini yang berani melawannya.
Terbukti, tak barang lima menit kemudian, Mentari keluar dari
kelas dan masuk ke dalam mobil.
"Belum waktunya pulang juga
," omel Mentari. Dia duduk di
samping Nadir. Si gadis muncil
cantik macam ibunya, dengan
wajah chubby, ening lebar, dan
rambut tebal yang menyelimuti
bahu dan pinggang
"Ini hari spesial," dalih Nadir.
Dia menyalakan mobilnya dan
mulai mengemudi.
"Spesial apanya?"
"Spesial Papa yang jemput."
"Alah. Ngeles."
Nadir tertawa pelan.
Selengkapnya baca di fizzo novel daftar pakai link saya ini Daftar Fizzo